19 Desember 2008

Pemkab Loteng Panggil Distributor Pupuk

LOMBOK TENGAH, Kelangkaan pupuk di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) sejak beberapa pekan terakhir, akhirnya mulai disikapi pemerintah setempat, dengan memanggil enam distributor resmi pupuk bersubsidi di wilayah itu, untuk dimintai keterangan, Jumat (19/12).

“Kami sengaja mengundang semua distributor dengan tujuan mengetahui persoalan yang sebenarnya. Kita harus duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan kelangkaan pupuk ini,” kata Asisten II Setda Loteng, L Hajar Asmara.

Pertemuan darurat yang membahas persoalan pupuk ini berlangsung di ruang rapat utama kantor Bupati Loteng. Hadir dalam kesempatan ini, enam distributor pupuk bersubsidi, camat se kabupaten Lombok Tengah, puluhan Kepala Desa se Lombok Tengah, pejabat Dinas Pertanian dan Peternakan Loteng, serta pihak terkait lainnya.

Di hadapan para distributor pupuk, L Hajar Asmara menegaskan, persoalan kelangkaan pupuk ini dapat mengancam keberlanjutan aktivitas petani, karena tanaman mereka yang rusak.

Selain hal itu, kata Hajar, kelangkaan pupuk juga dikhawatirkan akan menghambat program nasional yang dibebankan pada Kabupaten Loteng. Presiden RI telah menetapkan Loteng sebagai salah satu daerah lumbung padi di Indonesia. “Program lumbung pangan akan terganggu kalau pupuk langka,” tegasnya.

Jika Loteng tidak bisa memenuhi target produksi padi sesuai ketetapan pemerintah pusat, dapat dipastikan program lumbung pangan nasional juga akan terhambat.

Kepada keenam distributor resmi pupuk bersubsidi, Hajar sempat mempertanyakan mekanisme penyaluran pupuk. Termasuk realisasi pendistribusian yang dilakukan masing-masing distributor ke pengecer resmi.

Mengacu pada peraturan Mentrei Perdagangan RI, distributor yang ditunjuk pemerintah wajib menyampaikan laporan setiap bulan ke pemerintah Provinsi dan Kabupaten.

Diakuinya, tahun 2008 ini Pemkab Loteng mendapat jatah pupuk bersubsidi sebanyak 26.486 ton. Jatah tersebut dinilai relatif masih kurang dibanding luas lahan pertanian di Loteng.

Belum lama ini, Loteng telah mendapat tambahan jatah sebanyak 10 ribu ton dari produsen. Karena masih kurang, Pemkab Loteng kembali mengajukan permohonan jatah sebanyak 8 ribu ton. Permohonan tambahan jatah kedua, belum mendapat respon dari distributor.

Sementara itu, Direktur PT Puskud (Distributor pupuk Kecamatan Pringgerata), Totok Budiarto, membantah adanya kelangkaan pupuk di pasaran.

“Sebenarnya stok pupuk aman. Dugaan kelangkaan dipicu kepanikan petani di bawah,” kata Totok.

Disamping itu, jelas Totok, hal lain yang menyebabkan pupuk terkesan langka adalah mekanisme penyaluran pupuk dengan cara tertutup. Mengacu pada aturan yang berlaku, penyaluran pupuk harus mengacu pada RDKK yang dibuat kelompok tani.

Pengalaman di lapangan menunjukkan, petani cenderung tergesa-gesa membeli pupuk. Mereka menginginkan pupuk langsung diterima begitu menyerahkan Rencana Daftar Kebutuhan Kelompok (RDKK). Demikian kata Totok.

Pernyataan Totok itu, langsung dibantah oleh Kepala Desa Nyerot, Kecamatan Jonggat, Sahim. Kades muda ini mengaku, kelompok tani di desanya sudah mengajukan RDKK sejak enam bulan lalu. Namun kenyataannya, petani setempat tidak kebagian pupuk. Ia mempertanyakan alur pendistribusian pupuk bagi petani yang telah menyerahkan RDKK.

Atas fakta tersebut, Sahim menduga kelangkaan pupuk di Loteng dipicu ulah spekulan yang mencari keuntungan di bisnis pupuk bersubsisi.

Sementara itu, Sekretaris Forum Kepala Desa Loteng, L Tajir, menyalahkan dinas terkait (Dinas Pertanian dan Badan Penyuluh Pertanian) terkait lambannya respon dari dinas tersebut atas kelangkaan pupuk yang terjadi setiap tahun.

“Kelangkaan pupuk tidak perlu terjadi kalau dinas terkait bekerja dengan baik. Penyuluh pertanian seharusnya sudah menghimpun dan mengajukan RDKK jauh hari sebelumnya,” kata Tajir.

Pertemuan itu menghasilkan rekomendasi antara lain, permintaan tambahan jatah pupuk ke produsen, dan pengawasan bersama atas pendistribusian pupuk bersubsidi untuk mencegah ulah spekulan.

sumber: www.kabarpemilu.com 19-12-2008/LH / KP009

Tidak ada komentar: